BAB V

  1. Q.S. at-Taubah [9] : 122
  1. Terjemah Ayat

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya ( QS. at-Taubah [9] : 122).

  • Penjelasan Ayat

Diriwayatkan oleh Ibnu Abı̄ Ḥatim dari ‘Ikrimah’ bahwa ketika turun ayat, “Jika kami tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih…” (at-Taubah:39) padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada kaum mereka maka orang-orang munafik mengatakan, “Ada beberapa orang di padang pasir tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah orang-orang padang pasir itu”. Maka turunlah ayat, “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).

Dalam Tafsı̄r al-Marāgı̄ dikatakan bahwa tidaklah patut bagi orang-orang Mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnnya farḍu kifāyah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan farḍu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum Mukmin menuju medan perang.

Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orangorang lain kepada agama. Sehingga, mereka mengetahui hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap Mukmin.

Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari para pejuang selain situasi ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.

  • Q.S. al-Mujadalah
  1. Terjemah Ayat

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ”Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ”Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Mujādalah [58]: 11).

  • Penjelasan Ayat

Ayat ini diturunkan pada hari Jum’at ketika itu Rasūlullāh berada di satu tempat yang sempit dan menjadi kebiasaan bagi beliau memberikan tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badar, karena besarnya jasa mereka. Ketika majelis tengah berlangsung datanglah beberapa orang sahabat yang mengikuti perang Badar. Kemudian datang pula yang lainnya. Mereka yang baru datang memberi salam, dan Rasulpun serta sahabat menjawab salam tersebut. Tetapi mereka yang telah datang lebih dahulu (yang sudah duduk) tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya, sehingga mereka yang baru datang berdiri terus. Maka Nabi memerintahkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang tidak terlibat dalam perang Badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi . Perintah Nabi itu mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini yang digunakan oleh kaum munafik untuk memecah belah dengan berkata : ”Katanya Muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi yang mendengar kritik itu bersabda: ”Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”. Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di ataspun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.

Beberapa hal yang terkandung dalam ayat ini sebagai berikut:

  1. Etika dalam Majelis

Etika dalam majelis ini dimaksudkan bahwa ketika berada dalam suatu majelis, hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat berperan.

Kata (تفسحوا) tafassahu (افسحوا) afsahu terambil dari kata afsaha (فسح) fasaha yakni lapang. Sedangkan kata (انشزوا) unsyuzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah.

Kata nusyūz yang artinya berdiri atau fansyuzū yang berarti berdirilah. Katatersebut mengisyaratkan untuk berdiri, maka berdirilah. Artinya apabila kita diminta untuk berdiri dari majelis Rasūlullāh, maka berdirilah. Hal ini yang kemudian menajdi pedoman umum, apabila pemilik majelis (protoloker) menyuruh berdiri, maka berdirilah, karena tidak layak apabila orang yang baru datang meminta berdiri orang yang telah datang terlebih dahulu dan duduk di tempat orang itu. Sabda Nabi yang artinya: “Janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain daritempat duduknya, akan tetapi lapangkanlah dan longgarkanlah.”

Kata majalis (المجالس) adalah bentuk jamak dari kata (مجلس) majlisun yang berarti tempat duduk.  Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad ṣallāllāhuʻalaihi wasallam memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri atautempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yanglemah. Seorang tua non muslim sekalipun, jika anda (yang muda) duduk di bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, maka adalah wajar dan beradab jika anda berdiri untuk memberi tempat duduk (Quraish Shihab; 2002 : 79).

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya sebagai orang yang beriman kita (manusia) harus melapangkan hati demi saudaranya yang lain. Dengan kita memberikan kelapangan kepada orang lain, maka ” niscaya Allah akan melapangkan

bagimu”. Artinya karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima sahabat, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka dan hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan.Etika dalam suatu majelis sekurang-kurangnya adalah memberikan kelapangantempat duduk, maka dengan demikian Allah juga akan melapangkan pula bagi kita pintu-pintu kebajikan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi :

Allah akan menolong hamba-Nya, selama hambanya mau menolong saudaranya[HR. Muslim, Abu Daud dan at-Tirmizi]

  • Manfaat Beriman dan Berilmu Pengetahuan

Selanjutnya dalam QS. al-Mujadalah ayat 11 tersebut dijelaskan “niscaya Allahakan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orangyang diberi ilmu beberapa derajat”. Artinya ada orang yang akan diangkat derajatnyaoleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan,dengan beberapa derajat.

Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yangarif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.

Kita bisa saksikan, orang-orang yang dapat menguasai dunia ini adalah orangorangyang berilmu, mereka dengan mudah mengumpulkan harta benda, mempunyai kedudukan dan dihormati orang. Ini merupakan suatu pertanda bahwa Allah mengangkat derajatnya. Jadi antara iman dan ilmu harus selaras dan seimbang, sehingga kalau menjadi ulama, ia menjadi ulama yang berpengetahuan luas, kalau ia menjadi dokter, maka akan menjadi dokter yang yang beriman dan sebagainya. Pada akhir ayat juga dijelaskan bahwasanya Allah itu selalu melihat apa yang kamu kerjakan, jadi tidak ada yang samar di hadapan Allah. Dan Allah akan mebalas semua apa yang kita kerjakan. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya.

  • Hadits
  1. Terjemah

Dari Anas bin Mālik berkata, Rasūlullāh bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim (Riwayat Ibnu Mājah).

  • Penjelasan Hadits

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa menuntut ilmu merupakan sebuah kebutuhan asasi pada setiap individu manusia. Tidak terkecuali tua atau muda, besar maupun kecil mereka dikenai beban (taklīf) untuk mencapainya. Bagaimana mungkin seseorang tidak butuh ilmu padahal dia sangat sudah mengetahui kewajiban menghamba kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. Untuk itu perlu kiranya diperjelas bahwa keadaan setiap orang berbeda hukumnya dalam masalah menuntut ilmu ini, di antaranya ;

Hukum mencari ilmu syar’i adalah farḍu kifāyah yang apabila ada orang yangsudah mempelajarinya maka hukumnya menjadi sunnah bagi yang lainnya.

Terkadang mencari ilmu ini menjadi farḍu ‘ain bagi manusia. Batasannya adalah apabila seseorang akan melakukan ibadah yang akan dia laksanakan atau muamalah yang akan dia kerjakan maka dia wajib dalam mengetahui bagaimana cara melakukan beribadah ini dan bagaimana dia melaksanakan muamalah ini.

Adapun ilmu yang lainnya (yang tidak akan dilakukan saat itu) maka tetaplah hukumnya farḍu kifāyah. Setiap pencari ilmu harus menyadari bahwa dirinya sedang melaksanakan amalan yang farḍu kifāyah ketika mencari ilmu agar dia memperoleh pahala mengerjakan yang farḍu sembari memperoleh ilmu.

Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu termasuk amalan yang paling utamabahkan dia adalah jihad di jalan Allah terutama pada zaman kita sekarang ketika kebid’ahan mulai nampak di tengah masyarakat Islam dan menyebar secara luas, dan ketika kebodohan mulai merata dari kalangan orang yang mencari fatwa tanpa ilmu, dan ketika perdebatan mulai menyebar di kalangan manusia, maka tiga hal ini semuanya mengharuskan para pemuda agar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu.

Hadits selanjutnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr.

  1. Terjemah

Dari Abdullah Ibn Amr: Dan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw telah bersabda:”Sampaikanlah dariku (ilmu) meskipun satu ayat (al-Qur’an). Dan kisahkanlah (halhal)terkait dengan Bani Israil dan itu tidak masalah (berdosa). Dan barang siapa berbohongdengan menyandarkan kebohongan tersebut kepadaku secara sengaja, makatempatnya ada di neraka (HR. Ibnu Mājah).

  • Penjelasan Hadits

Hadis di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk Pertama, berdakwahdengan menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an meskipun satu ayat. Kedua, hadis inijuga memberitahukan kepada umat Islam tentang kebolehan mengambil pelajarandari kisah-kisah Bani Israil. Asalkan kisah-kisah tersebut tidak bertentangan denganprinsip-prinsip akidah Islam. Ketiga, pemalsuan hadis yang muncul pada masa NabiMuhammad Saw., membuat Nabi Muhammad Saw. memperingatkan agar para sahabattidak membuat-buat kebohongan yang disandarkan kepada beliau. Nabi MuhammadSaw. mengancam bagi mereka yang melakukan kebohongan dengan ganjaran neraka.Hal ini juga berarti bahwa umat Islam juga harus berhati-hati dalam menyampaikanhadis Nabi Muhammad Saw., apakah hadis tersebut sahih atau tidak? Apakah hadistersebut bisa dijadikan hujjah atau tidak?

BAB IV

  1. QS. Al-Kāfirūn [109] ayat 1 – 6
  1. Terjemah ayat

Katakanlah (Muhammad), ”Wahai orang-orang kafir!. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS. al-Kāfirūn [109]: 1-6).

  • Penjlasan ayat

Surat al-Kāfirūn diturunkan secara keseluruhan untuk menjawab ajakan tokoh-tokohkafir Quraisy kepada Nabi Muhammad. Mereka antara lain: al-Walı̄d bin al- Mugı̄rah, al-‘Αṣ bin Wā’il as-Sahmı̄, al-Aswad bin Abdul Muṭalib, dan Umaiyyah bin Khalaf. Mereka mengatakan : “Hai Muhammad, marilah engkau mengikuti agama kami, dan kami akan mengikuti agamamu. Kami juga akan senantiasa mengajakmu dalam segala kegiatan kami. Kamu menyembah Tuhan kami selama setahun, dan kami menyembah Tuhanmu selama setahun juga. Jika ternyata yang engkau bawa lebih baik, maka kami akan mengikutimu dan melibatkan diri didalamnya. Dan bila ternyata yang ada pada kami itu lebih baik, maka engkau mengikuti kami dan engkau pun melibatkan diri didalam agama kami. Nabi menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menyekutukan-Nya dengan selain-Nya”.

Kemudian Allah menurunkan surat ini sebagai balasan atas ajakan mereka. Kemudian Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam berangkat menuju Masjidil Haram yang saat itu sedang berkumpul para pembesar Quraisy. Nabi berdiri di hadapan mereka membacakan surah al-Kāfirūn ini. Sehingga mereka berupayamerubah siasat dengan melakukan penindasan dan penyiksaan terhadap nabi danpara pengikutnya hingga nabi melakukan hijrah ke Madinah.

Dalam Surah al-Kāfirūn ayat 1–2 secara tegas dinyatakan bahwa Tuhan yang disembahNabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam dan para pengikutnya bukanapa yang disembah orang-orang kafir, karena mereka menyembah tuhan yang memerlukanpembantu dan mempunyai anak. Sedang Nabi menyembah Tuhan yangtidak ada sekutu bagi-Nya; tidak mempunyai anak dan istri. Dalam ayat 3, Allah menambahkanlagi pernyataan yang diperintahkan untuk disampaikan kepada orang-orangkafir dengan menyatakan bahwa mereka tidak menyembah Tuhan yang didakwahka Nabi Muhammad, karena sifat-sifat-Nya berlainan dengan sifat-sifat tuhanyang mereka sembah dan tidak mungkin dipertemukan antara kedua macam sifattersebut.

Pada ayat 4-5 ditegaskan bahwa Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam memiliki konsistensi dalam pengabdiannya. Artinya apa yang beliau sembah tidakakan berubah-ubah. Cara ibadah kaum muslimin berdasarkan petunjuk Allah,sedangkan cara orang kafir berdasarkan hawa nafsu. Melalui surah ini, Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam ingin mengajarkan bahwa sebagai orang yangberiman, kita hendaknya mempunyai kepribadian yang teguh dan kuat yang tidaktergoyahkan oleh apapun.Pada ayat 6 dinyatakan adanya pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaituuntukmu agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian masing-masing dapatmelaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memaksakan pendapatkepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.

  • Q.S Yunus [10]: 40-41
  1. Terjemah Ayat

Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Yūnus[10]: 40).

Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, ”Bagiku

pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Yūnus [10]: 41).

  • Penjelasan Ayat

Pada ayat 40, Allah menegaskan bahwa umat Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam terbagi menjadi dua kelompok dalam mengimani Nabi Muhammad sebagaiRasul dan wahyu al-Qur’an yang diterimanya. Sebagian menerima al-Qur’an,mengikuti ajaran Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam dan mengambil manfaatdari risalah yang dibawanya, sebagian lagi mereka tidak beriman selalu mendustakanNabi Muhammad. Dan Allah lebih tahu tentang orang-orang yang membawakerusakan di muka bumi dengan kemusyrikan, kezaliman dan kedurhakaankarena mereka tidak mempunyai kesiapan untuk beriman.

Ayat ke 41, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam untuk tegar dalam menghadapi orang-orang yang ingkar akan ajaran yangdibawanya. Beliau diperintahkan untuk menyatakan bahwa beliau tidak bertanggungjawabatas perbuatan mereka, dan merekapun tidak bertanggungjawab terha

dap perbuatan beliau. Dengan kata lain “Bagiku pekerjaanku, bagimu pekerjaanmu”. Segala perbuatan sekecil apapun pasti ada balasannya. Amal baik akan mendapatkanbalasan yang baik, sebaliknya amal buruk akan mendapatkan keburukan pula.

Yang dimaksud amalku (perbuatanku) adalah Nabi akan terus berdakwah, menyerukepada kebaikan mengajarkan taat kepada Allah, memberi kabar gembirakepada yang beriman, dan ancaman bagi orang-orang yang mendustakannya. Hasildari amal beliaupun tidak ada kaitannya dengan orang-orang kafir. Sedangkan yangdimaksud amalmu (perbuatanmu) adalah orang-orang kafir diberi kebebasan untukterus menerus mendustakan agama, tetap dalam kekufuran dan syirik, zalimataupun berbuat kerusakan. Semua amal perbuatannya tidak ada kaitannya denganamalan Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam.

  • Surat Al-kahfi [18]: 29
  1. Terjemah ayat

Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek (QS. al-Kahfi [18]: 29).

  • Penjelasan ayat

Ayat ini menegaskan kepada semua manusia termasuk kaum musyrikin yang angkuh bahwa kebenaran yang disampaikan kepada mereka itu berasal dari Allah, Tuhan semesta alam. Kewajiban mereka adalah mengikuti kebenaran itu dan mengamalkannya. Barang siapa yang mau beriman kepada-Nya dan masuk ke dalam barisan orang-orang yang beriman maka hendaklah ia beriman. Sebab manfaat dan keuntungan dari keimanan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Juga demikian  halnya bagi siapa yang ingkar atau kafir maka biarlah ia kafir, walau kaya dan jabatannya tinggi, Allah dan Nabi Muhhammad tidak mengalami kerugian sedikipun.

Ayat tersebut juga menerangkan kerugian dan kecelakaan akibat penganiayaan diri mereka. Allah memberikan ancaman yang keras kepada mereka, yaitu akan melemparkan mereka ke dalam neraka. Gejolak neraka mengepung mereka sehingga mereka tidak bisa keluar dan menghindar dari api, dan terpaksa menjalani siksaan. Jika mereka minta pertolongan dari ganasnya api neraka, mereka akan diberi minum dengan air seperti cairan besi atau minyak yang keruh yang mendidih dan tentu akan menghanguskan badan mereka. Dan itulah seburuk-buruk minuman dan tempat istirahat yang buruk.

  • QS. Al-hujarat [49]: 10-13
  1. Terjemah ayat

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (QS. al-Ḥujurāt [49]: 10)

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS. al-Ḥujurāt [49]: 11)

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang (QS. al-Ḥujurāt [49]: 12)

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti (QS. al-Ḥujurāt [49]: 13)

  • Penjelasan ayat

Pada ayat 10, Allah menegaskan bahwa walaupun orang-orang mukmin itu berbeda- beda bangsa, etnis, bahasa, warna kulit dan adat kebiasaannya serta stratifikasi sosialnya, namun mereka adalah satu dalam persaudaraan Islam. Persaudaraan bisa diibaratkan laksana ratusan atau bahkan ribuan lidi yang diikat menjadi satu, sehingga tidak mudah untuk dipatahkan. Oleh karena itu, sesama orang mukmin harus mempunyai jiwa persaudaraan atau persatuan yang kokoh sebagaimana telah diajarkan dalam agama Islam.

Persaudaraan memang merupakan kunci sukses dalam menciptakan dan melestarikan tata kehidupan masyarakat yang baik, terhormat dan bermartabat. Sejarah telah mencatat manfaat positif dari persaudaraan tersebut, sebagaimana dicontohkan oleh Rasūlullāh yang telah mempersatukan kaum Muhājirı̄n (dari Makkah) dengan kaum Anṣār (penduduk asli Madinah). Abū Bakar aṣ-Ṣiddiq beliau persaudarakan dengan Hariṡah bin Zaid, ‘Umar bin Khaṭṭab beliau persaudarakan dengan‘Itbah bin Mālik, demikian juga dengan sahabat yang lain. Oleh karena itu tepatlah suatu pepatah mengatakan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Begitu juga dengan suatu gambaran atau iktibar yang menerangkan bahwa seorang muslim itu ibarat sebatang lidi maka ia akan mudah dipatahkan. Berbeda bilamana ia bersatu dengan muslim lainnya diikat dalam satu ikatan laksana seratus atau ribuan lidi, maka sangat berat untuk dipatahkannya. Persaudaraan yang kokoh diantara kaum muslimin dibutuhkan akhlak atau moral yang melandasi sikap dan perilaku mereka.

Sebab turun (asbābun-nuzūl) QS. al-Ḥujurāt ayat 11 sebagaimana diriwayatkan di dalam kitab Sunan yang empat (Sunan Abū Dāwud, Sunan at-Tirmiżı̄, Sunan an- Nasā’ı̄ dan Sunan Ibnu Mājah), yang bersumber dari Abū Jubair aḍ-Ḍaḥḥak. Menurut Imām at-Tirmiżı̄ hadis ini adalah hadis hasan. “Mengemukakan bahwa seorang lakilaki mempunyai dua atau tiga nama. Orang itu sering dipanggil dengan panggilan tertentu yang tidak ia senangi. Ayat ini (QS. al-Ḥujurāt: 11) turun sebagai larangan menggelari orang dengan nama-nama yang tidak menyenangkan”.

Diriwayatkan oleh al-Ḥākim dan lain-lain, yang bersumber dari Abū Jubair aḍ- Ḍaḥḥak: “Mengemukakan nama-nama gelar di zaman jahiliyah sangat banyak. Ketika Nabi memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan ke pada beliau bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 11) yang melarang orang memanggil orang dengan gelar yang tidak disukainya”. Diriwayatkan oleh Aḥmad yang bersumber dari Abū Jubair aḍ-Ḍaḥḥak: “Mengemukakan bahwa ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 11) turun berkenaan dengan Banī Salamah. Nabi tiba di Madinah pada saat orang biasanya mempunyai dua atau tiga nama. Pada suatu saat Rasūlullāh memanggil seseorang dengan salah satu namanya, tetapi ada orang yang berkata: “Ya Rasūlullāh!” Sesungguhnya ia marah dengan panggilan itu”.

Ayat ولا تلمزوا(dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk), QS. al-Ḥujurāt : 11 turun sebagai larangan memanggil orang dengan sebutan yang tidak disukainya.

Kandungan ayat 11 merupakan konsekuensi logis dari ayat 10, yaitu Allah menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh saling mengolok-olokkan, karena perilaku tersebut dapat menimbulkan kemarahan orang lain, atau orang merasa dihina sehingga akan menimbulkan pertengkaran dan perkelahian. Orang mukmin tidak boleh saling mengolok-olokkan, karena boleh jadi orang yang diperolok-olokkan itu lebih baik daripada yang memperolok-olokkan. Baik berupa ejekan, perkataan, sindiran ataupun kelakar yang bersifat merendahkan diri. Oleh karenanya Allah melarang olok-olok itu agar terbina persaudaraan, kesatuan dan persatuan di kalangan orang mukmin.

Allah subḥānahū wa taʻālā juga melarang orang-orang mukmin untuk mencela dirinya sendiri, yang sebagian mufassir mengartikan melarang mencela saudara mukmin lainnya. Karena orang mukmin itu ibarat satu tubuh, sehingga kalau ia mukmin lainnya berarti ia mencela dirinya sendiri. Dalam ayat ini pula Allah melarang orang mukmin memanggil orang mukmin lainnya dengan panggilan yang buruk, karena panggilan yang buruk tidak disukai oleh orang yang dipanggil. Panggilan yang buruk itu sebutan yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil, seperti memanggil orang yang beriman dengan panggilan “hai fasik”. Dan pada bagian akhir ayat ini Allah subḥānahū wa taʻālā memperingatkan orang yang melakukan kesalahan untuk sesegera mungkin bertaubat, dengan cara tidak melakukan ulang kesalahan yang telah dilakukan, karena orang yang tidak mau bertaubat termasuk orang yang zalim. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Sebab turunnya QS. al-Ḥujurāt ayat 12, diriwayatkan Ibnu al-Munżir yang bersumber dari Ibnu Juraij: “Dia mengemukakan bahwa ayat ini (QS. al-Ḥujurāt:12)turun berkenaan dengan Salmān al-Fārisi yang bila selesai makan, suka terus tidurdan mendengkur. Pada waktu ada orang yang menggunjingkan perbuatannya. Makaturunlah ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 12) yang melarang seseorang mengumpat danmenceritakan keaiban orang lain”.

Dalam ayat 12 ini, masih dalam kerangka membina persaudaraan orang-orang

mukmin, Allah subḥānahū wa taʻālā melarang orang-orang yang beriman cepat berprasangka. Sebab sebagian dari prasangka adalah dosa yang harus dijauhi. Disamping

itu juga melarang untuk mencari-cari kesalahan orang lain menggunjing atau gı̄bah. Oleh karena itu Allah memerintahkan orang beriman untuk senantiasa bertaqwa.

Sebab turunnya QS. al-Ḥujurāt :13, diriwayatkan oleh Ibnu Abı̄ Ḥātim al-Ḥākim yang bersumber dari Ibnu Abı̄ Mulaikah, dia mengemukakan: “Ketika Fatḥu Makkah(penaklukan kota Makkah), Bilāl naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan ażan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini ażan di atas Ka’bah?”, maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pastilah Dia akan menggantikannya”. Ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa. Ibnu ‘Asākir meriwayatkan dalam Kitab Mubhamat-nya (yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal), yang bersumber dari Abū Bakr bin Abı̄ Dāwud di dalam tafsirnya, mengemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abū Hind yang dikawinkan oleh Rasūlullāh kepada seorang wanita Banı̄ Bayaḍah. Banı̄ Bayaḍah berkata: “Wahai Rasūlullāh, pantaskah kalau kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekasbekas budak kami ?” Ayat ini (QS. al-Ḥujurāt :13) turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka. QS. al-Ḥujurāt ayat 13 ini menegaskan kepada semua manusia bahwa ia diciptakan Allah subḥānahū wa taʻālā dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Allah maha Kuasa dan Pencipta yang baik. Menciptakan manusia secara pluralistik, berbangsa, bersuku yang bermacam-macam dengan keanekaragaman dan kemajemukan manusia bukan untuk berpecah belah, saling merasa paling benar, melainkan untuk saling mengenal, bersilaturrahmi, berkomunikasi saling memberi dan menerima.

Hal penting yang harus dicatat manusia akan adanya perintah agama. Maka seorang mukmin harus mengikuti perintah-Nya dengan penuh kesadaran dan mengakui bahwa semua manusia disisi Allah adalah sama, yang membedakan derajat mereka adalah Ketakwaannya kepada Allah. Orang yang paling mulia disisi Allah adalah oang yang paling taqwa kepada-Nya. Manusia harus senantiasa membina dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

  • Hadits
  1. Terjemah ayat

Dari Ibnu Abbas, dan dia merafa’kannya kepada Nabi beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih besar dan tidak menyayangi yang lebih kecil serta tidak menyuruh kepada kebaikan dan melarang yang mungkar” (HR. Aḥmad).

  • Penjelasan

Hormat-menghormati adalah hal yang diperintahkan oleh agama Islam. Hormat kepada siapa saja. Yang tua harus menyanyangi yang muda. Begitu juga yang muda harus menghormati yang tua. Hormat menghormati harus dilakukan secara timbal balik (resiprokal). Tidak bisa dengan satu arah saja. Selain itu, agama Islam juga memerintahkan umat Islam untuk menyemai kebaikan dan mencegah kemungkaran.

BAB III

  1. Q.S. Al-Isra’ [17]: 32
  1. Terjemah Ayat

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk (QS. al-Isrā [17]:32).

  • Penjelasan Ayat

Ibnu Kaṡı̄r dalam menafsirkan ayat di atas berkata: bahwa Allah subḥānahū wa taʻālā, mengharamkan hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mendekatinya dan melakukan hal-hal yang mendorong dan meyebabkan terjadinya zinā. Imām al-Qurṭubı̄ berkata, “para ulama berkata “Firman Allah subḥānahū wa taʻālā,

ولا تقربوا الزنى)) Janganlah kamu mendekati zina” ini lebih baligh (mendalam maknanya) daripada perkataan (ولا تزنوا) “Janganlah kalian berbuat zina”. Maksudnya adalah bila digunakan kalimat (ولا تزنوا) “Janganlah kalian berbuat zina”, makayang diharamkan Allah adalah hanya perbuatan zina saja, sedangkan segala sesuatuyang mengarah pada zina tidak dihukumi haram. Sedang Allah menggunakan kalimat (ولا تقربوا الزنى) ”Janganlah kamu mendekati zina”, yang bermakna sangat mendalam,yaitu segala perbuatan yang mendekatkan pelakunya ke zina adalah haramterlebih lagi zinanya sudah sangat jelas diharamkan.

Asy-Syaukani dalam Fatḥul-Qādir mengatakan pelarangan zina di dalam al Qur’an didahului dengan pengantar janganlah kalian mendekati. Pengantar tersebut menunjukkan bahwa segala kreativitas budaya yang mengorientasikan perilaku manusia menuju kemungkinan perzianan tidak diperkenankan (diharamkan) oleh Allah. Ini makna eksplisit ungkapan( ولا تقربوا الزنى)itu. Adapun hal-hal yang masuk dalam kategori mengantarkan pelakunya pada zina sangat banyak bentuknya, di antaranya adalah seperti khalwaṭ (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan maḥram di tempat sunyi atau tersembunyi), mengumbar aurat, pandangan mata yang liar dan pikiran atau hati yang kotor.

Hamba Allah yang beriman pada-Nya dan Rasul-Nya hendaknya menjauhi hal-hal yang mengantarkan kepada zina baik secara langsung atau tidak. Dan jika mendekati hal-hal tersebut saja diharamkan, terlebih menghampiri intinya (zina), jelas sangat diharamkan.

Terkait dengan ayat انه كان فاحشة وساء سبيلا“Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sutau jalan yang buruk”, Al-Qurṭubı̄ berkata bahwa “karena zina menjerumuskan pelakunya dalam neraka jahanam dan zina termasuk perkara dosa besar. Juga tidak ada perbedaan pendapat berkenaan dengan keburukannya. Para ulama bersepakat bahwa zina haram hukumnya dan termasuk dosa besar. Dan barang siapa yang mengingkari ijmā’ yang pasti, maka ia telah telah keluar dari ketentuan syariat.

  • Q.S an-Nur [24]: 2
  1. Terjemah Ayat

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman (QS. an-Nūr [24]:2)

  • Penjelasan Ayat

Ayat menuturkan tentang hukuman bagi pelaku zina dan tata caranya. Pelakuzina bisa jadi seorang lajang yang belum menikah (gairu muḥṣan) atau telah menikahdengan pernikahan yang benar (menurut syariat) serta ia adalah seorang yangbaligh dan berakal (muḥṣan). Adapun hukuman bagi pezina gairu muḥṣan adalah100 kali cambukan dan ditambah dengan diasingkan dari negerinya selama setahun,demikianlah menurut jumhur ulama. Sedangkan Abū Ḥanı̄fah berpendapatbahwa pengasingan ini dikembalikan kepada pendapat Imam (penguasa). Jika diaberkehendak maka dia bisa mengasingkannya dan jika tidak berkehendak maka tidakdiasingkan. Sedangkan hukuman pezina yang sudah menikah (muḥṣan) adalahdirajam (dilempari batu).

Dalam melaksanakan ketentuan hukum itu, tidak perlu merasa terhalangi olehrasa iba dan kasihan, jika benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Sebab,konsekuensi iman adalah mendahulukan perkenan Allah daripada perkenan manusia.Pelaksanaan hukum cambuk itu hendaknya dihadiri oleh sekelompok umatIslam, agar hukuman itu menjadi pelajaran yang membuat orang lain selain merekaberdua jera. Islam sangat menghormati lima mashlahah/kepentingan yang diakuioleh syariat Islam, yaitu:

a. Memelihara jiwa.

b. Memelihara agama.

c. Memelihara akal pikiran.

d. Memelihara harta kekayaan.

e. Memelihara kehormatan.

Zina–yang didefinisikan sebagai persetubuhan dua alat kelamin dari jenis yang berbeda dan yang tidak terikat oleh akad nikah atau kepemilikan, dan tidak juga disebabkan oleh syubhat (kesamaran)–merupakan perlawanan terhadap kehormatan. Sementara itu, hukum positif modern memberlakukan sanksi yang terlalu rendah, seperti penjara, terhadap zina. Akibatnya, prostitusi dan kejahatan merajalela. Kehormatan menjadi terinjak-injak. Selain itu, akan timbul berbagai penyakit dan ketidakjelasan keturunan.

  • Hadits
  1. Terjemah Hadits

Abi Hurairah berkata: Nabi Saw bersabda :”Tidak akan berzina seorang pelacur di waktu berzina jika ia sedang beriman, dan tidak akan minum khamr di waktu minum jika ia sedang beriman, dan tidak akan mencuri di waktu mencuri ia sedang beriman”. Di lain riwayat ditambahkan:”Dan tidak akan merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan mata kepadanya, ketika merampas ia sedang beriman”. (HR. Bukhari dan Muslim).

  • Penjelasan Hadits

Keimanan merupakan landasan utama dalam hidup manusia. Jika imannya kuatmaka ia tidak akan tergoda oleh godaan perbuatan dosa. Namun jika imannya lemah maka ia akan mudah tergoda untuk melakukan perbuatan dosa. Keimanan menjadi barometer perbuatan manusia. Dalam hadis di atas, jika keimanan seseorang itu kuat maka ia tidak akan melakukan empat perbuatan berikut: berzina, meminum minuman keras, mencuri dan merampas hak orang lain. Begitu sebaliknya, bila seseorang melakukan empat perbuatan tersebut, maka tidak sempurnalah keimanannya.

BAB II

  1. QS. al-Anfāl [8]: 72
  1. Terjemah ayat

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhājirīn), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. al-Anfāl [8] : 72).

  • Penjelasan QS. al-Anfāl [8] : 72

Dalam peristiwa hijrahnya Nabi bersama sahabat ke Madinah, terdapat tiga golongan; Pertama adalah kaum Muhājirı̄n yaitu orang-orang yang berhijrah bersama Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam dari Mekah ke Madinah. Mereka mengalami kekerasan, penyiksaan dan kekejaman yang dilakukan oleh kaum kafir tetapi mereka tetap sabar dan tetap dalam iman. Kedua adalah kaum Anṣār yaitu orang-orang Madinah yang beriman kepada Allah subḥānahū wa taʻālā, berjanji kepada Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam dan kaum Muhājirı̄n untuk bersama-sama berjuang di jalan Allah. Mereka bersedia menolong dan berkorban dengan harta dan jiwanya demi keberhasilan perjuangan Islam. Allah memberikan dua sebutan mulia kepada mereka sebagai “pemberi tempat kediaman” dan “penolong dan pembantu”. Ketiga adalah kaum yang tidak termasuk dalam keduanya, mereka tetap tinggal di Mekah yang dikuasai oleh kaum kafir. Mereka tidak dapat disamakan dengan kaum Muhājirı̄n dan kaum Anṣār karena mereka tidak berada dalam lingkungan masyarakat Islam, tetapi hidup di lingkungan orang-orang kafir. Oleh karena itu, hubungan antara mereka dengan kaum muslimin di Madinah tidak dapat disamakan dengan hubungan antara kaum Muhājirı̄n dan kaum Anṣār dalam masyarakat Islam. Hubungan antara sesama mukmin di Madinah sangat erat bahkan seperti saudara satu keturunan yang tidak lagi membedakan hak dan kewajiban. Hubungan antara mereka dengan mukmin di Madinah hanya diikat atas dasar keimanan saja. Kaum Muhājirı̄n dan kaum Anṣār telah memberikan teladan dalam mujāhadatunnafs. Secara bahasa mujāhadah artinya bersungguh-sungguh, sedangkan an-nafs artinya jiwa, nafsu, diri. Jadi mujāhadatun-nafs artinya perjuangan sungguh-sungguh melawan hawa nafsu atau bersungguh-sungguh menghindari perbuatan yang melanggar hukum-hukum Allah subḥānahū wa taʻālā. Dalam bahasa Indonesia mujāhadatun-nafs disebut dengan kontrol diri. Kontrol diri merupakan salah satu perilaku terpuji yang harus dimiliki setiap muslim.

Didalam jiwa manusia terdiri 7 nafsu, yaitu :

  1. An-nafsul-ammārah, yaitu nafsu yang mendorong manusia kepada keburukan

sebagaimana yang dinyatakan dalam QS. Yūsuf [12]: 53

Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS.Yūsuf [12]: 53).

  • An-nafsul-lawwāmah, yaitu nafsu yang menyesali setiap perbuatan buruk sebagaimana dinyatakan dalam QS. al-Qiyāmah [75]: 2

Dan aku tidak bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri). (QS.

Al-Qiyāmah [75]: 2).

  • An-nafsul-muṭmainnah, yaitu nafsu yang tenang sebagaiman dinyatakan dalam

QS. al-Fajr [89] : 27-30.

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridadan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, danmasuklah ke dalam surga-Ku (QS. al-Fajr [89] : 27-30).

  • An-nafsul mulhimah, nafsu yang selalu mendapatkan ilham supaya  berbuat menunaikan kebaikan. Allah berfirman: ونفس وما سواها فألهمها فجورها وتقواها

“dan nafsu serta penyempurnaanya (ciptaanya). Maka Allah menilhamkan kepada nafsu itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan”.

  • An-nafsu rodiyah yaitu nafsu yang sudah ridho terhadap semua ketentuan dan kehendak Allah dalam segala hal. Dalam Al-Qur’an disebutkan ارجعى الى ربك راضية

“kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas”

  • An-nafsu mardiyah yaitu nafsu yang sudah mendapatkan keridhoan dari Allah. Disebutkan dlam Al-Qur’anارجعى الى ربك راضية مرضية “kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoinya
  • An-nafsul kamilah yaitu nafsu yang sudah bersih dari semua sifat-sifat madzmumah (tercela), dan sempurna sifat-sifat kebaikannya, dan juga welas asih kepada semua makhluk. Nafsu ini juga disebut nafsu sofiyyah نفس صافية.  Nafsu kamilah termasuk golongan orang-orang sholihin dan diberikan musahadah kepada Allah didunia dan akhirat. Allah berfirman فادخلى فى عبادى وادخلى جنتى“(hei nafsu kamilah)masuklah kamu didalam golongan hamba-hambaku(yang sholihin) dan masuklah kamu kedalam surgaku”.

Dari ketiga nafsu yang disebutkan al-Qur’an tersebut, dapat diketahui bahwa an-nafsul-ammārah mendorong manusia untuk berbuat maksiat. Kemaksiatan akan menjauhkan kita dari rahmat Allah subḥānahū wa taʻālā serta akan menimbulkan kegelisahan dalam hati. Oleh karenanya Islam mengajarkan mujāhadatun-nafs supaya hidup kita bahagia dunia dan akhirat.

Hawa nafsu memiliki kecenderungan untuk mencari berbagai macam kesenangan dengan tidak mempedulikan aturan agama. Jika kita menuruti hawa nafsu maka sesungguhnya hati kita telah tertawan dan diperbudak oleh hawa nafsu itu. Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam menyebut jihad melawan hawa nafsu sebagai jihad besar (jihādul-akbar), sedangkan jihad berperang di medan peperangan sebagai jihad kecil (jihādul-aṣgar). Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan jihadmelawan nafsu berarti jihad melawan hal-hal yang menyenangkan, digemari, dandisukai. Sedangkan jihad berperang di medan peperangan adalah jihad melawanmusuh yang kita benci. Bukankah menghindari sesuatu yang kita senangi jauh lebihberat daripada menghindari sesuatu yang kita benci? Perhatikan hadis berikut ini :

Dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, bahwasanya Rasūlullāh bersabda: “Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu)” (HR. al-Bukhārı̄).

  • QS. al-Ḥujurāt [49]: 12
  1. Terjemah

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnyasebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang laindan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakahada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentukamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerimatobat, Maha Penyayang” (QS. al-Ḥujurāt [49]: 12).

  • Penjelasan QS. al-Ḥujurāt [49]: 12

QS. al-Ḥujurāt ayat 12 berisi tentang larangan berprasangka buruk (su’uẓ-ẓann). Berprasangka buruk merupakan perilaku tercela yang harus dihindari. Sebaliknya, orang beriman diperintahkan untuk berprasangka baik (ḥusnuẓ-ẓann), baik itu ḥusnuẓ-ẓann kepada Allah subḥānahū wa taʻālā, kepada sesama manusia, maupun kepada diri sendiri.

  1. Ḥusnuẓ-ẓann kepada Allah subḥānahū wa taʻālā, maksudnya berprasangka baik kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. Dia memiliki sifat Maha Pengasih dan Penyayang, dan mencintai hamba-Nya yang saleh, serta tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Dalam sebuah hadis qudsi dinyatakan:

Saya mendengar Rasūlullāh ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam bersabda dari Allah ‘azza wajalla, “Saya berada pada persangkaan hamba-Ku, maka berprasangkalah dengan-Ku sekehendaknya” (HR. Ahmad).

  • Ḥusnuẓ-ẓann kepada orang lain. Orang beriman dilarang untuk berprasangka buruk kepada orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain dan larangan menggunjing orang lain. Sungguh, perbuatan tersebut adalah perbuatan dosa, bahkan Allah subḥānahū wa taʻālā mengibaratkan orang yang menggunjing seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati. Bukankah hal ini sangat menjijikkan. Sebagai muslim kita harus hidup berdampingan dengan sesama muslim yang lain serta menghormati hak dan kewajibannya. Rasūlullāh ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam bersabda :

Dari Abū Hurairah dia berkata, Rasūlullāh ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam bersabda:“Seorang muslim (yang sejati) adalah orang yang mana orang muslim lainnyaselamat dari (bahaya) lisan dan tangannya” (HR. at-Tirmiżı̄).

  • Ḥusnuẓ-ẓann kepada diri sendiri. Seseorang yang berprasangka baik kepada diri sendiri akan memiliki sikap percaya diri, optimis dan bekerja keras. Sebaliknya, jika seseorang berburuk sangka kepada diri sendiri maka ia akan merasa pesimis, tidak percaya diri, dan malas berusaha. Allah subḥānahū wa taʻālā melarang hamba-Nya berputus asa dari rahmat-Nya sebagaimana QS. Yūsuf [12] ayat 87

Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir (QS. Yūsuf [12]: 87).

  • QS. al-Ḥujurāt [49]: 10
  1. Terjemah

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (QS. al-Ḥujurāt [49]: 10).

  • Penjelasan QS. al-Ḥujurāt [49]: 10

Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara. Persaudaraan (ukhuwah) diantara sesama mukmin adalah persaudaraan yang dilandasi oleh persamaan aqidah dan keimanan kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. Persaudaraan yang didasari oleh nilai-nilai Islam dikenal dengan istilah ukhuwah islāmiyyah. Ukhuwah islāmiyyah mencakup :

  1. Ukhuwah Dīniyyah, yaitu persaudaraan yang didasari oleh persamaan agama. Persaudaraan seagama dan seiman inilah yang dimaksud oleh QS. Al-Ḥujurāt ayat 10.
  2. Ukhuwah Waṭāniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan karena satu bangsa dan keterikatan keturunan.
  3. Ukhuwah Insāniyyah atau Basyāriyyah, yaitu persaudaraan karena sama-sama manusia.

Ukhuwah Dīniyyah akan memperkokoh tegaknya kehidupan masyarakat yang aman dan tenteram. Ukhuwah akan memunculkan solidaritas dan timbulnya kepedulian sosial di masyarakat. Sebagai sesama mukmin, kita harus mampu menjaga martabat dan kehormatan sesama mukmin. QS. Al-Ḥujurāt ayat 10 menghendaki ukhuwah kaum mukmin harus benar-benar kuat, lebih kuat dari persahabatan dan pertemanan biasa. Kita laksanakan hak dan kewajiban dengan penuh tanggung jawab. Rasūlullāh bersabda:

Dari Abū Mūsa al-Asy›arī, ia berkata; Rasūlullāh bersabda: “Antara seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya adalah bagaikan satu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lainnya” (HR. at-Tirmiżı̄).

Persaudaraan akan menjadikan kehidupan yang harmonis, diliputi rasa saling mencintai, saling menjaga perdamaian dan persatuan. Jika terjadi perselisihan diantara mereka, maka Allah subḥānahū wa taʻālā memerintahkan untuk mendamaikan keduanya dengan mencari solusi sesuai syariat Allah subḥānahū wa taʻālā dan rasul-Nya. Perselisihan diantara kaum muslim tidak menyebabkan salah satunya keluar dari Islam, mereka tetap bersaudara. Mereka harus didamaikan (iṣlāh) dengan cara-cara yang islami.

  • Hadits
  1. Terjemah hadits

Abū Hurairah berkata, satu warisan dari Nabi, beliau bersabda: “Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara. Janganlah seorang laki-laki meminang atas pinangan saudaranya hingga ia menikahinya atau meninggalkannya” (HR. al-Bukhārı̄).

  • Penjelasan hadits

Hadis tersebut menyebutkan mengenai beberapa hal yang harus dihindari oleh kaum muslimin yaitu: berprasangka terhadap orang lain, mencari-cari kejelekan orang lain, dan membenci orang lain. Dengan kata lain, kita sebagai seorang muslim harus bersatu menjalin ukhuwah satu dengan yang lain agar tercipta ketenangan, kerukunan, dan persatuan umat.

QURDIS Kelas XI semester I BAB I

  1. QS. al-Isrā’ [17]: 23 – 24

                Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungannya, marilah kita baca dengan baik dan benar Q.S Al-isra’ [17]: 23-24 berikit ini

  1. Terjemah ayat

       Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia danhendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanyaatau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kalijanganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkaumembentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (QS. al-Isrā’[17]: 23 ).

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah,”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil (QS. al-Isrā’ [17]: 24)

  • Penjelasan Q.S. al-isra’ [17]: 23-24

Surat al-Isrā’ ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter, yang didefinisikan sebagai satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lainatau dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budi pekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kandungan ayat ini juga menunjukkan betapa kaum muslimin memiliki kedudukan yang sangat tinggi dibanding dengan kaum yang mempersekutukan Allah subḥānahū wa taʻālā. Ayat ini juga menjelaskan tentang iḥsān (bakti) kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang terhadap kita, serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).

Dalam Tafsı̄r Ibnu Kaṡı̄r dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada hambahamba-Nya untuk menyembah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya perintah berbakti kepada orang tua. Yakni memerintahkan kepada kita untuk berbua baik kepada ibu bapak, dan janganlah kita mengeluarkan kata-kata yang buruk kepada keduanya, sehingga kata-kata “ah” pun yang merupakan kata-kata buru yang paling ringan tidak diperbolehkan. Janganlah pula bersikap buruk kepad mereka, seperti yang dikatakan oleh Ata Ibnu Rabah sehubungan dengan arti sura tersebut “Dan janganlah kamu membentak mereka” maksudnya janganlah kamu menolakkan tangan kepada keduanya.

Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan melakukan perbuatan buruk terhadapkedua orang tua, Allah memerintahkan untuk berbuat baik, bertutur sapa

baik, dan berlaku sopan santun kepada kedua orang tua dengan rasa penuh hormat

dan memuliakannya.

Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa ayat-ayat diatas memberi tuntunan kepada anak agar berbakti kepada kedua orang tua secara bertahap. Dimulai dengan janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”. Lalu dilanjutkan dengan mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi tingkatannya dari tuntunan pertama karena mengandung pesan penghormatan dan pengagungan melalui ucapan. Selanjutnya meningkat lagi dengan perintah untuk berperilaku yangmenggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan di hadapan kedua orang tua. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang yang menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tua. Sang anak selalu memperhatikan dan memenuhi keinginan orang tuanya. Akhirnya sang anak dituntut untuk mendoakan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka terlebih saat kita kecil.

  • QS. Luqmān [31]: 13 – 17
  1. Terjemah Ayat

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqmān [31]: 13).

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (QS. Luqmān [31]: 14).

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (QS. Luqmān [31]: 15).

(Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha halus, Maha teliti (QS. Luqmān [31]: 16).

Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting (QS. Luqmān [31]: 17).

  • Penjelasan QS. Luqmān [31]: 13 – 17

Ayat 13 menjelaskan bahwa syarat untuk mendidik anak hendaknya dilandasi dengan lemah lembut dan kasih sayang. Kata ‘iẓuhudiambil dari kata wa’ẓ yang bermakna nasihat yang meyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati, penyampaiannya yakni dengan lemah lembut, tidak membentak, dan panggilan sayang pada anak. Kata bunayya mengisyaratkan kasih sayang. Hal ini tentunya juga berlaku kepada para guru dalam mendidik para peserta didiknya.

Dalam ayat 14, Allah menggambarkan kesusahan seorang ibu dalam merawat anaknya, mengapa hanya jasa ibu yang digambarkan dengan sedemikian lemahnya? Karena peranan ibu lebih berat dari ayah, mulai dari proses mengandung, hingga melahirkan dan menyapihnya. Kata wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud di sini adalah ibu dalam kondisi sangat lemah saat mengandung anaknya.

Ayat 15 menjelaskan tentang larangan taat kepada orang tua dalam mendurhakai Allah subḥānahū wa taʻālā dan nasihat Luqmān kepada anaknya tentang menolak segala bentuk kemusyrikan di manapun berada. Ayat ini sekaligus memberitahu bahwa mempergauli keduanya dengan baik hanya dalam urusan dunia, bukan keagamaan. Seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām, dia tetap berlaku santun kepada bapaknya sekalipun pembuat berhala, namun Nabi Ibrahim tidak sependapat dalam hal akidah.

Pada ayat 16, terdapat kata laṭīf, yang memiliki arti lembut, halus, atau kecil. Dari makna ini muncullah makna ketersembunyian dan ketelitian. Imām al-Gazālı̄ menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini hanyalah Allah. Dialah yang mengetahui perincian kemashlahatan dan seluk beluk rahasianya. Karena Dia selalu menghendaki kemaslahatan untuk makhluk-Nya. Ayat ini menggambarkan kekuasaan Allah subḥānahū wa taʻālā dalam menghitung amal manusia betapapun sedikitnya.

Ayat 17 menjelaskan tentang amar ma’rūf nahī munkar, yang puncak dan pangkalnya adalah salat, serta amal kebaikan yang tercermin adalah buah dari salat yang dilaksanakan dengan benar. Kata ‘azm dari segi bahasa berarti kekuatan hati atau tekad.

  • HADITS
  1. Riwayat Muslim
  • Riwayat Bukhori Muslim
  1. Terjemah Hadits

Dari Abū Hurairah dari Nabi Muhammad Saw., beliau: “Dia celaka! Dia celaka! Diacelaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasūlullāh ?” Jawab Nabi : “Barang siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya (namun ia tidak berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya), maka dia tidak akan masuk surga.” (HR. Muslim).

Aku mendengar ‘Abdullāh bin ‘Amr Ra. berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi, lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Iya”. Maka beliau berkata: “Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti)” (HR. al-Bukhārı̄ dan Muslim).

  • Penjelasan hadits

Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut menjelaskan bahwa seseorang akan celaka ketika tidak berbakti kepada orang tua. Kata “Dia celaka” diulang-ulang oleh Rasūlullāh sebanyak tiga kali menunjukkan bahwa celaka akan benar-benar terjadi kepada seseorang yang tidak berbakti kepada orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua terlebih lagi ketika kedua orang tua atau salah satu dari mereka masih hidup. Adapun hadis riwayat al-Bukhārı̄ dan Muslim menjelaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memiliki nilai pahala yang sangat besar. Bahkan nilai pahala berbakti kepada kedua orang tua oleh Rasūlullāh disamakan dengan nilai pahala jihad, berperang, dan melawan kaum kafir

PAHLAWANKU

Dia bak mentari

Senantiasa menerangi setiap sudut bumi

Tanpa pamrih dari fajar sampai senja hari

Dia bak rembulan

Senantiasa menyinari gelap gulitanya malam

Manjaga kala ketakutan

Dia bak embun pagi

Senantiasa memberikan kesejukan dalam diri

Demi segenggam berlian

Dia terus berjuang

Tak pernah putus harapan

Tak peduli panas kala siang

Tak peduli dingin kala malam

Sang pesakitan cinta

Dalam keheningan malam

fikir mulai tak beraturan

Menahan sebuah rasa yang mencengkram

Menusuk sela² jiwa yang terdalam

Tersenyum jiwaku melihat masalalu

Bodohnya aku

Berikan seluruh isi qalbu

Tak ubahnya pengemis

Kasihku tak kau gubris

Apa guna rasa ini?

Angin, hembuskanlah rasa ini bersama kesunyian malam

By : edi ainur rofiq

Cinta sang pecandu

http://Mr.lonely

Kala matahari belum benar² telanjang

Kala itu ada sebuah kenikmatan

Kucabuli kenikmatan

Dengan beberapa tembakau lintingan

Seduhan kopi hangat sebagai pelicin saat pencabulan

Nikotin membuat fikiran tenang

Kala dirundung kegelisahan

Kaulah salah satu dari pelarian

Saat pencabulan terlaksanakan

Kala latu berjatuhan

Meski membuat bolong sarung dan memar tangan

Meski membuat kecanduan

Meski bau mulut dan baju tidak nyaman

Tidak ada dendam

Hanya kenikmatan kurasakan.

By : edi ainur rofiq

http://Mr.lonely

Autobiografi

http://Sangpesakitancinta

Hi guys…. perkenalken nama saya edi ainur rofiq, 02 02 00 itu adalah tanggal bulan dan tahun kelahiran saya. Tapi kalo di ijazah tanggalnya dirubah menjadi 25. Saya tinggal di desa sukosari jatiroto lumajang. TK saya di jogja bantul mulai dari thn 2004- 2006 dan SD saya di rojopolo 05 pada thn 2006-2012 dilanjutkan pada thun 2012-2015. 2015-2018 saya duduk di bangku mts dan MA di ponpes bustanul ulum jatiroto lumajang jln suetoyo no. 18. Setelah lulus saya melanjutkan pendidikan saya di IAIS Syarifuddin wonorejo mulai thn 2018.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai