- QS. al-Isrā’ [17]: 23 – 24
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungannya, marilah kita baca dengan baik dan benar Q.S Al-isra’ [17]: 23-24 berikit ini
- Terjemah ayat
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia danhendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanyaatau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kalijanganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkaumembentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik (QS. al-Isrā’[17]: 23 ).
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah,”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil (QS. al-Isrā’ [17]: 24)
- Penjelasan Q.S. al-isra’ [17]: 23-24
Surat al-Isrā’ ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter, yang didefinisikan sebagai satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lainatau dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budi pekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kandungan ayat ini juga menunjukkan betapa kaum muslimin memiliki kedudukan yang sangat tinggi dibanding dengan kaum yang mempersekutukan Allah subḥānahū wa taʻālā. Ayat ini juga menjelaskan tentang iḥsān (bakti) kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang terhadap kita, serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).
Dalam Tafsı̄r Ibnu Kaṡı̄r dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada hambahamba-Nya untuk menyembah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya perintah berbakti kepada orang tua. Yakni memerintahkan kepada kita untuk berbua baik kepada ibu bapak, dan janganlah kita mengeluarkan kata-kata yang buruk kepada keduanya, sehingga kata-kata “ah” pun yang merupakan kata-kata buru yang paling ringan tidak diperbolehkan. Janganlah pula bersikap buruk kepad mereka, seperti yang dikatakan oleh Ata Ibnu Rabah sehubungan dengan arti sura tersebut “Dan janganlah kamu membentak mereka” maksudnya janganlah kamu menolakkan tangan kepada keduanya.
Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan melakukan perbuatan buruk terhadapkedua orang tua, Allah memerintahkan untuk berbuat baik, bertutur sapa
baik, dan berlaku sopan santun kepada kedua orang tua dengan rasa penuh hormat
dan memuliakannya.
Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa ayat-ayat diatas memberi tuntunan kepada anak agar berbakti kepada kedua orang tua secara bertahap. Dimulai dengan janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”. Lalu dilanjutkan dengan mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi tingkatannya dari tuntunan pertama karena mengandung pesan penghormatan dan pengagungan melalui ucapan. Selanjutnya meningkat lagi dengan perintah untuk berperilaku yangmenggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan di hadapan kedua orang tua. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang yang menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tua. Sang anak selalu memperhatikan dan memenuhi keinginan orang tuanya. Akhirnya sang anak dituntut untuk mendoakan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka terlebih saat kita kecil.
- QS. Luqmān [31]: 13 – 17
- Terjemah Ayat
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqmān [31]: 13).
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (QS. Luqmān [31]: 14).
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (QS. Luqmān [31]: 15).
(Lukman berkata), ”Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha halus, Maha teliti (QS. Luqmān [31]: 16).
Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting (QS. Luqmān [31]: 17).
- Penjelasan QS. Luqmān [31]: 13 – 17
Ayat 13 menjelaskan bahwa syarat untuk mendidik anak hendaknya dilandasi dengan lemah lembut dan kasih sayang. Kata ‘iẓuhudiambil dari kata wa’ẓ yang bermakna nasihat yang meyangkut berbagai kebajikan dengan cara menyentuh hati, penyampaiannya yakni dengan lemah lembut, tidak membentak, dan panggilan sayang pada anak. Kata bunayya mengisyaratkan kasih sayang. Hal ini tentunya juga berlaku kepada para guru dalam mendidik para peserta didiknya.
Dalam ayat 14, Allah menggambarkan kesusahan seorang ibu dalam merawat anaknya, mengapa hanya jasa ibu yang digambarkan dengan sedemikian lemahnya? Karena peranan ibu lebih berat dari ayah, mulai dari proses mengandung, hingga melahirkan dan menyapihnya. Kata wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud di sini adalah ibu dalam kondisi sangat lemah saat mengandung anaknya.
Ayat 15 menjelaskan tentang larangan taat kepada orang tua dalam mendurhakai Allah subḥānahū wa taʻālā dan nasihat Luqmān kepada anaknya tentang menolak segala bentuk kemusyrikan di manapun berada. Ayat ini sekaligus memberitahu bahwa mempergauli keduanya dengan baik hanya dalam urusan dunia, bukan keagamaan. Seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām, dia tetap berlaku santun kepada bapaknya sekalipun pembuat berhala, namun Nabi Ibrahim tidak sependapat dalam hal akidah.
Pada ayat 16, terdapat kata laṭīf, yang memiliki arti lembut, halus, atau kecil. Dari makna ini muncullah makna ketersembunyian dan ketelitian. Imām al-Gazālı̄ menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini hanyalah Allah. Dialah yang mengetahui perincian kemashlahatan dan seluk beluk rahasianya. Karena Dia selalu menghendaki kemaslahatan untuk makhluk-Nya. Ayat ini menggambarkan kekuasaan Allah subḥānahū wa taʻālā dalam menghitung amal manusia betapapun sedikitnya.
Ayat 17 menjelaskan tentang amar ma’rūf nahī munkar, yang puncak dan pangkalnya adalah salat, serta amal kebaikan yang tercermin adalah buah dari salat yang dilaksanakan dengan benar. Kata ‘azm dari segi bahasa berarti kekuatan hati atau tekad.
- HADITS
- Riwayat Muslim
- Riwayat Bukhori Muslim
- Terjemah Hadits
Dari Abū Hurairah dari Nabi Muhammad Saw., beliau: “Dia celaka! Dia celaka! Diacelaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasūlullāh ?” Jawab Nabi : “Barang siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya (namun ia tidak berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya), maka dia tidak akan masuk surga.” (HR. Muslim).
Aku mendengar ‘Abdullāh bin ‘Amr Ra. berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi, lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Iya”. Maka beliau berkata: “Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti)” (HR. al-Bukhārı̄ dan Muslim).
- Penjelasan hadits
Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut menjelaskan bahwa seseorang akan celaka ketika tidak berbakti kepada orang tua. Kata “Dia celaka” diulang-ulang oleh Rasūlullāh sebanyak tiga kali menunjukkan bahwa celaka akan benar-benar terjadi kepada seseorang yang tidak berbakti kepada orang tua. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua terlebih lagi ketika kedua orang tua atau salah satu dari mereka masih hidup. Adapun hadis riwayat al-Bukhārı̄ dan Muslim menjelaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memiliki nilai pahala yang sangat besar. Bahkan nilai pahala berbakti kepada kedua orang tua oleh Rasūlullāh disamakan dengan nilai pahala jihad, berperang, dan melawan kaum kafir