- Terjemah Ayat
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya ( QS. at-Taubah [9] : 122).
- Penjelasan Ayat
Diriwayatkan oleh Ibnu Abı̄ Ḥatim dari ‘Ikrimah’ bahwa ketika turun ayat, “Jika kami tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih…” (at-Taubah:39) padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada kaum mereka maka orang-orang munafik mengatakan, “Ada beberapa orang di padang pasir tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah orang-orang padang pasir itu”. Maka turunlah ayat, “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Dalam Tafsı̄r al-Marāgı̄ dikatakan bahwa tidaklah patut bagi orang-orang Mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnnya farḍu kifāyah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan farḍu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum Mukmin menuju medan perang.
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orangorang lain kepada agama. Sehingga, mereka mengetahui hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap Mukmin.
Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari para pejuang selain situasi ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
- Q.S. al-Mujadalah
- Terjemah Ayat
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ”Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ”Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Mujādalah [58]: 11).
- Penjelasan Ayat
Ayat ini diturunkan pada hari Jum’at ketika itu Rasūlullāh berada di satu tempat yang sempit dan menjadi kebiasaan bagi beliau memberikan tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badar, karena besarnya jasa mereka. Ketika majelis tengah berlangsung datanglah beberapa orang sahabat yang mengikuti perang Badar. Kemudian datang pula yang lainnya. Mereka yang baru datang memberi salam, dan Rasulpun serta sahabat menjawab salam tersebut. Tetapi mereka yang telah datang lebih dahulu (yang sudah duduk) tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya, sehingga mereka yang baru datang berdiri terus. Maka Nabi memerintahkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang tidak terlibat dalam perang Badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi . Perintah Nabi itu mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini yang digunakan oleh kaum munafik untuk memecah belah dengan berkata : ”Katanya Muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi yang mendengar kritik itu bersabda: ”Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”. Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di ataspun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.
Beberapa hal yang terkandung dalam ayat ini sebagai berikut:
- Etika dalam Majelis
Etika dalam majelis ini dimaksudkan bahwa ketika berada dalam suatu majelis, hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat berperan.
Kata (تفسحوا) tafassahu (افسحوا) afsahu terambil dari kata afsaha (فسح) fasaha yakni lapang. Sedangkan kata (انشزوا) unsyuzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah.
Kata nusyūz yang artinya berdiri atau fansyuzū yang berarti berdirilah. Katatersebut mengisyaratkan untuk berdiri, maka berdirilah. Artinya apabila kita diminta untuk berdiri dari majelis Rasūlullāh, maka berdirilah. Hal ini yang kemudian menajdi pedoman umum, apabila pemilik majelis (protoloker) menyuruh berdiri, maka berdirilah, karena tidak layak apabila orang yang baru datang meminta berdiri orang yang telah datang terlebih dahulu dan duduk di tempat orang itu. Sabda Nabi yang artinya: “Janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain daritempat duduknya, akan tetapi lapangkanlah dan longgarkanlah.”
Kata majalis (المجالس) adalah bentuk jamak dari kata (مجلس) majlisun yang berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad ṣallāllāhuʻalaihi wasallam memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri atautempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yanglemah. Seorang tua non muslim sekalipun, jika anda (yang muda) duduk di bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, maka adalah wajar dan beradab jika anda berdiri untuk memberi tempat duduk (Quraish Shihab; 2002 : 79).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya sebagai orang yang beriman kita (manusia) harus melapangkan hati demi saudaranya yang lain. Dengan kita memberikan kelapangan kepada orang lain, maka ” niscaya Allah akan melapangkan
bagimu”. Artinya karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima sahabat, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka dan hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan.Etika dalam suatu majelis sekurang-kurangnya adalah memberikan kelapangantempat duduk, maka dengan demikian Allah juga akan melapangkan pula bagi kita pintu-pintu kebajikan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi :
Allah akan menolong hamba-Nya, selama hambanya mau menolong saudaranya[HR. Muslim, Abu Daud dan at-Tirmizi]
- Manfaat Beriman dan Berilmu Pengetahuan
Selanjutnya dalam QS. al-Mujadalah ayat 11 tersebut dijelaskan “niscaya Allahakan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orangyang diberi ilmu beberapa derajat”. Artinya ada orang yang akan diangkat derajatnyaoleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan,dengan beberapa derajat.
Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yangarif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.
Kita bisa saksikan, orang-orang yang dapat menguasai dunia ini adalah orangorangyang berilmu, mereka dengan mudah mengumpulkan harta benda, mempunyai kedudukan dan dihormati orang. Ini merupakan suatu pertanda bahwa Allah mengangkat derajatnya. Jadi antara iman dan ilmu harus selaras dan seimbang, sehingga kalau menjadi ulama, ia menjadi ulama yang berpengetahuan luas, kalau ia menjadi dokter, maka akan menjadi dokter yang yang beriman dan sebagainya. Pada akhir ayat juga dijelaskan bahwasanya Allah itu selalu melihat apa yang kamu kerjakan, jadi tidak ada yang samar di hadapan Allah. Dan Allah akan mebalas semua apa yang kita kerjakan. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya.
- Hadits
- Terjemah
Dari Anas bin Mālik berkata, Rasūlullāh bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim (Riwayat Ibnu Mājah).
- Penjelasan Hadits
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa menuntut ilmu merupakan sebuah kebutuhan asasi pada setiap individu manusia. Tidak terkecuali tua atau muda, besar maupun kecil mereka dikenai beban (taklīf) untuk mencapainya. Bagaimana mungkin seseorang tidak butuh ilmu padahal dia sangat sudah mengetahui kewajiban menghamba kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. Untuk itu perlu kiranya diperjelas bahwa keadaan setiap orang berbeda hukumnya dalam masalah menuntut ilmu ini, di antaranya ;
Hukum mencari ilmu syar’i adalah farḍu kifāyah yang apabila ada orang yangsudah mempelajarinya maka hukumnya menjadi sunnah bagi yang lainnya.
Terkadang mencari ilmu ini menjadi farḍu ‘ain bagi manusia. Batasannya adalah apabila seseorang akan melakukan ibadah yang akan dia laksanakan atau muamalah yang akan dia kerjakan maka dia wajib dalam mengetahui bagaimana cara melakukan beribadah ini dan bagaimana dia melaksanakan muamalah ini.
Adapun ilmu yang lainnya (yang tidak akan dilakukan saat itu) maka tetaplah hukumnya farḍu kifāyah. Setiap pencari ilmu harus menyadari bahwa dirinya sedang melaksanakan amalan yang farḍu kifāyah ketika mencari ilmu agar dia memperoleh pahala mengerjakan yang farḍu sembari memperoleh ilmu.
Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu termasuk amalan yang paling utamabahkan dia adalah jihad di jalan Allah terutama pada zaman kita sekarang ketika kebid’ahan mulai nampak di tengah masyarakat Islam dan menyebar secara luas, dan ketika kebodohan mulai merata dari kalangan orang yang mencari fatwa tanpa ilmu, dan ketika perdebatan mulai menyebar di kalangan manusia, maka tiga hal ini semuanya mengharuskan para pemuda agar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu.
Hadits selanjutnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr.
- Terjemah
Dari Abdullah Ibn Amr: Dan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw telah bersabda:”Sampaikanlah dariku (ilmu) meskipun satu ayat (al-Qur’an). Dan kisahkanlah (halhal)terkait dengan Bani Israil dan itu tidak masalah (berdosa). Dan barang siapa berbohongdengan menyandarkan kebohongan tersebut kepadaku secara sengaja, makatempatnya ada di neraka (HR. Ibnu Mājah).
- Penjelasan Hadits
Hadis di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk Pertama, berdakwahdengan menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an meskipun satu ayat. Kedua, hadis inijuga memberitahukan kepada umat Islam tentang kebolehan mengambil pelajarandari kisah-kisah Bani Israil. Asalkan kisah-kisah tersebut tidak bertentangan denganprinsip-prinsip akidah Islam. Ketiga, pemalsuan hadis yang muncul pada masa NabiMuhammad Saw., membuat Nabi Muhammad Saw. memperingatkan agar para sahabattidak membuat-buat kebohongan yang disandarkan kepada beliau. Nabi MuhammadSaw. mengancam bagi mereka yang melakukan kebohongan dengan ganjaran neraka.Hal ini juga berarti bahwa umat Islam juga harus berhati-hati dalam menyampaikanhadis Nabi Muhammad Saw., apakah hadis tersebut sahih atau tidak? Apakah hadistersebut bisa dijadikan hujjah atau tidak?