- QS. Al-Kāfirūn [109] ayat 1 – 6
- Terjemah ayat
Katakanlah (Muhammad), ”Wahai orang-orang kafir!. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS. al-Kāfirūn [109]: 1-6).
- Penjlasan ayat
Surat al-Kāfirūn diturunkan secara keseluruhan untuk menjawab ajakan tokoh-tokohkafir Quraisy kepada Nabi Muhammad. Mereka antara lain: al-Walı̄d bin al- Mugı̄rah, al-‘Αṣ bin Wā’il as-Sahmı̄, al-Aswad bin Abdul Muṭalib, dan Umaiyyah bin Khalaf. Mereka mengatakan : “Hai Muhammad, marilah engkau mengikuti agama kami, dan kami akan mengikuti agamamu. Kami juga akan senantiasa mengajakmu dalam segala kegiatan kami. Kamu menyembah Tuhan kami selama setahun, dan kami menyembah Tuhanmu selama setahun juga. Jika ternyata yang engkau bawa lebih baik, maka kami akan mengikutimu dan melibatkan diri didalamnya. Dan bila ternyata yang ada pada kami itu lebih baik, maka engkau mengikuti kami dan engkau pun melibatkan diri didalam agama kami. Nabi menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menyekutukan-Nya dengan selain-Nya”.
Kemudian Allah menurunkan surat ini sebagai balasan atas ajakan mereka. Kemudian Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam berangkat menuju Masjidil Haram yang saat itu sedang berkumpul para pembesar Quraisy. Nabi berdiri di hadapan mereka membacakan surah al-Kāfirūn ini. Sehingga mereka berupayamerubah siasat dengan melakukan penindasan dan penyiksaan terhadap nabi danpara pengikutnya hingga nabi melakukan hijrah ke Madinah.
Dalam Surah al-Kāfirūn ayat 1–2 secara tegas dinyatakan bahwa Tuhan yang disembahNabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam dan para pengikutnya bukanapa yang disembah orang-orang kafir, karena mereka menyembah tuhan yang memerlukanpembantu dan mempunyai anak. Sedang Nabi menyembah Tuhan yangtidak ada sekutu bagi-Nya; tidak mempunyai anak dan istri. Dalam ayat 3, Allah menambahkanlagi pernyataan yang diperintahkan untuk disampaikan kepada orang-orangkafir dengan menyatakan bahwa mereka tidak menyembah Tuhan yang didakwahka Nabi Muhammad, karena sifat-sifat-Nya berlainan dengan sifat-sifat tuhanyang mereka sembah dan tidak mungkin dipertemukan antara kedua macam sifattersebut.
Pada ayat 4-5 ditegaskan bahwa Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam memiliki konsistensi dalam pengabdiannya. Artinya apa yang beliau sembah tidakakan berubah-ubah. Cara ibadah kaum muslimin berdasarkan petunjuk Allah,sedangkan cara orang kafir berdasarkan hawa nafsu. Melalui surah ini, Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam ingin mengajarkan bahwa sebagai orang yangberiman, kita hendaknya mempunyai kepribadian yang teguh dan kuat yang tidaktergoyahkan oleh apapun.Pada ayat 6 dinyatakan adanya pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaituuntukmu agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian masing-masing dapatmelaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memaksakan pendapatkepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.
- Q.S Yunus [10]: 40-41
- Terjemah Ayat
Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Yūnus[10]: 40).
Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, ”Bagiku
pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Yūnus [10]: 41).
- Penjelasan Ayat
Pada ayat 40, Allah menegaskan bahwa umat Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam terbagi menjadi dua kelompok dalam mengimani Nabi Muhammad sebagaiRasul dan wahyu al-Qur’an yang diterimanya. Sebagian menerima al-Qur’an,mengikuti ajaran Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam dan mengambil manfaatdari risalah yang dibawanya, sebagian lagi mereka tidak beriman selalu mendustakanNabi Muhammad. Dan Allah lebih tahu tentang orang-orang yang membawakerusakan di muka bumi dengan kemusyrikan, kezaliman dan kedurhakaankarena mereka tidak mempunyai kesiapan untuk beriman.
Ayat ke 41, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam untuk tegar dalam menghadapi orang-orang yang ingkar akan ajaran yangdibawanya. Beliau diperintahkan untuk menyatakan bahwa beliau tidak bertanggungjawabatas perbuatan mereka, dan merekapun tidak bertanggungjawab terha
dap perbuatan beliau. Dengan kata lain “Bagiku pekerjaanku, bagimu pekerjaanmu”. Segala perbuatan sekecil apapun pasti ada balasannya. Amal baik akan mendapatkanbalasan yang baik, sebaliknya amal buruk akan mendapatkan keburukan pula.
Yang dimaksud amalku (perbuatanku) adalah Nabi akan terus berdakwah, menyerukepada kebaikan mengajarkan taat kepada Allah, memberi kabar gembirakepada yang beriman, dan ancaman bagi orang-orang yang mendustakannya. Hasildari amal beliaupun tidak ada kaitannya dengan orang-orang kafir. Sedangkan yangdimaksud amalmu (perbuatanmu) adalah orang-orang kafir diberi kebebasan untukterus menerus mendustakan agama, tetap dalam kekufuran dan syirik, zalimataupun berbuat kerusakan. Semua amal perbuatannya tidak ada kaitannya denganamalan Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam.
- Surat Al-kahfi [18]: 29
- Terjemah ayat
Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek (QS. al-Kahfi [18]: 29).
- Penjelasan ayat
Ayat ini menegaskan kepada semua manusia termasuk kaum musyrikin yang angkuh bahwa kebenaran yang disampaikan kepada mereka itu berasal dari Allah, Tuhan semesta alam. Kewajiban mereka adalah mengikuti kebenaran itu dan mengamalkannya. Barang siapa yang mau beriman kepada-Nya dan masuk ke dalam barisan orang-orang yang beriman maka hendaklah ia beriman. Sebab manfaat dan keuntungan dari keimanan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Juga demikian halnya bagi siapa yang ingkar atau kafir maka biarlah ia kafir, walau kaya dan jabatannya tinggi, Allah dan Nabi Muhhammad tidak mengalami kerugian sedikipun.
Ayat tersebut juga menerangkan kerugian dan kecelakaan akibat penganiayaan diri mereka. Allah memberikan ancaman yang keras kepada mereka, yaitu akan melemparkan mereka ke dalam neraka. Gejolak neraka mengepung mereka sehingga mereka tidak bisa keluar dan menghindar dari api, dan terpaksa menjalani siksaan. Jika mereka minta pertolongan dari ganasnya api neraka, mereka akan diberi minum dengan air seperti cairan besi atau minyak yang keruh yang mendidih dan tentu akan menghanguskan badan mereka. Dan itulah seburuk-buruk minuman dan tempat istirahat yang buruk.
- QS. Al-hujarat [49]: 10-13
- Terjemah ayat
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (QS. al-Ḥujurāt [49]: 10)
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS. al-Ḥujurāt [49]: 11)
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang (QS. al-Ḥujurāt [49]: 12)
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti (QS. al-Ḥujurāt [49]: 13)
- Penjelasan ayat
Pada ayat 10, Allah menegaskan bahwa walaupun orang-orang mukmin itu berbeda- beda bangsa, etnis, bahasa, warna kulit dan adat kebiasaannya serta stratifikasi sosialnya, namun mereka adalah satu dalam persaudaraan Islam. Persaudaraan bisa diibaratkan laksana ratusan atau bahkan ribuan lidi yang diikat menjadi satu, sehingga tidak mudah untuk dipatahkan. Oleh karena itu, sesama orang mukmin harus mempunyai jiwa persaudaraan atau persatuan yang kokoh sebagaimana telah diajarkan dalam agama Islam.
Persaudaraan memang merupakan kunci sukses dalam menciptakan dan melestarikan tata kehidupan masyarakat yang baik, terhormat dan bermartabat. Sejarah telah mencatat manfaat positif dari persaudaraan tersebut, sebagaimana dicontohkan oleh Rasūlullāh yang telah mempersatukan kaum Muhājirı̄n (dari Makkah) dengan kaum Anṣār (penduduk asli Madinah). Abū Bakar aṣ-Ṣiddiq beliau persaudarakan dengan Hariṡah bin Zaid, ‘Umar bin Khaṭṭab beliau persaudarakan dengan‘Itbah bin Mālik, demikian juga dengan sahabat yang lain. Oleh karena itu tepatlah suatu pepatah mengatakan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Begitu juga dengan suatu gambaran atau iktibar yang menerangkan bahwa seorang muslim itu ibarat sebatang lidi maka ia akan mudah dipatahkan. Berbeda bilamana ia bersatu dengan muslim lainnya diikat dalam satu ikatan laksana seratus atau ribuan lidi, maka sangat berat untuk dipatahkannya. Persaudaraan yang kokoh diantara kaum muslimin dibutuhkan akhlak atau moral yang melandasi sikap dan perilaku mereka.
Sebab turun (asbābun-nuzūl) QS. al-Ḥujurāt ayat 11 sebagaimana diriwayatkan di dalam kitab Sunan yang empat (Sunan Abū Dāwud, Sunan at-Tirmiżı̄, Sunan an- Nasā’ı̄ dan Sunan Ibnu Mājah), yang bersumber dari Abū Jubair aḍ-Ḍaḥḥak. Menurut Imām at-Tirmiżı̄ hadis ini adalah hadis hasan. “Mengemukakan bahwa seorang lakilaki mempunyai dua atau tiga nama. Orang itu sering dipanggil dengan panggilan tertentu yang tidak ia senangi. Ayat ini (QS. al-Ḥujurāt: 11) turun sebagai larangan menggelari orang dengan nama-nama yang tidak menyenangkan”.
Diriwayatkan oleh al-Ḥākim dan lain-lain, yang bersumber dari Abū Jubair aḍ- Ḍaḥḥak: “Mengemukakan nama-nama gelar di zaman jahiliyah sangat banyak. Ketika Nabi memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan ke pada beliau bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 11) yang melarang orang memanggil orang dengan gelar yang tidak disukainya”. Diriwayatkan oleh Aḥmad yang bersumber dari Abū Jubair aḍ-Ḍaḥḥak: “Mengemukakan bahwa ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 11) turun berkenaan dengan Banī Salamah. Nabi tiba di Madinah pada saat orang biasanya mempunyai dua atau tiga nama. Pada suatu saat Rasūlullāh memanggil seseorang dengan salah satu namanya, tetapi ada orang yang berkata: “Ya Rasūlullāh!” Sesungguhnya ia marah dengan panggilan itu”.
Ayat ولا تلمزوا(dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk), QS. al-Ḥujurāt : 11 turun sebagai larangan memanggil orang dengan sebutan yang tidak disukainya.
Kandungan ayat 11 merupakan konsekuensi logis dari ayat 10, yaitu Allah menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh saling mengolok-olokkan, karena perilaku tersebut dapat menimbulkan kemarahan orang lain, atau orang merasa dihina sehingga akan menimbulkan pertengkaran dan perkelahian. Orang mukmin tidak boleh saling mengolok-olokkan, karena boleh jadi orang yang diperolok-olokkan itu lebih baik daripada yang memperolok-olokkan. Baik berupa ejekan, perkataan, sindiran ataupun kelakar yang bersifat merendahkan diri. Oleh karenanya Allah melarang olok-olok itu agar terbina persaudaraan, kesatuan dan persatuan di kalangan orang mukmin.
Allah subḥānahū wa taʻālā juga melarang orang-orang mukmin untuk mencela dirinya sendiri, yang sebagian mufassir mengartikan melarang mencela saudara mukmin lainnya. Karena orang mukmin itu ibarat satu tubuh, sehingga kalau ia mukmin lainnya berarti ia mencela dirinya sendiri. Dalam ayat ini pula Allah melarang orang mukmin memanggil orang mukmin lainnya dengan panggilan yang buruk, karena panggilan yang buruk tidak disukai oleh orang yang dipanggil. Panggilan yang buruk itu sebutan yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil, seperti memanggil orang yang beriman dengan panggilan “hai fasik”. Dan pada bagian akhir ayat ini Allah subḥānahū wa taʻālā memperingatkan orang yang melakukan kesalahan untuk sesegera mungkin bertaubat, dengan cara tidak melakukan ulang kesalahan yang telah dilakukan, karena orang yang tidak mau bertaubat termasuk orang yang zalim. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Sebab turunnya QS. al-Ḥujurāt ayat 12, diriwayatkan Ibnu al-Munżir yang bersumber dari Ibnu Juraij: “Dia mengemukakan bahwa ayat ini (QS. al-Ḥujurāt:12)turun berkenaan dengan Salmān al-Fārisi yang bila selesai makan, suka terus tidurdan mendengkur. Pada waktu ada orang yang menggunjingkan perbuatannya. Makaturunlah ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 12) yang melarang seseorang mengumpat danmenceritakan keaiban orang lain”.
Dalam ayat 12 ini, masih dalam kerangka membina persaudaraan orang-orang
mukmin, Allah subḥānahū wa taʻālā melarang orang-orang yang beriman cepat berprasangka. Sebab sebagian dari prasangka adalah dosa yang harus dijauhi. Disamping
itu juga melarang untuk mencari-cari kesalahan orang lain menggunjing atau gı̄bah. Oleh karena itu Allah memerintahkan orang beriman untuk senantiasa bertaqwa.
Sebab turunnya QS. al-Ḥujurāt :13, diriwayatkan oleh Ibnu Abı̄ Ḥātim al-Ḥākim yang bersumber dari Ibnu Abı̄ Mulaikah, dia mengemukakan: “Ketika Fatḥu Makkah(penaklukan kota Makkah), Bilāl naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan ażan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini ażan di atas Ka’bah?”, maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pastilah Dia akan menggantikannya”. Ayat ini (QS. al-Ḥujurāt : 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa. Ibnu ‘Asākir meriwayatkan dalam Kitab Mubhamat-nya (yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal), yang bersumber dari Abū Bakr bin Abı̄ Dāwud di dalam tafsirnya, mengemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abū Hind yang dikawinkan oleh Rasūlullāh kepada seorang wanita Banı̄ Bayaḍah. Banı̄ Bayaḍah berkata: “Wahai Rasūlullāh, pantaskah kalau kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekasbekas budak kami ?” Ayat ini (QS. al-Ḥujurāt :13) turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka. QS. al-Ḥujurāt ayat 13 ini menegaskan kepada semua manusia bahwa ia diciptakan Allah subḥānahū wa taʻālā dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Allah maha Kuasa dan Pencipta yang baik. Menciptakan manusia secara pluralistik, berbangsa, bersuku yang bermacam-macam dengan keanekaragaman dan kemajemukan manusia bukan untuk berpecah belah, saling merasa paling benar, melainkan untuk saling mengenal, bersilaturrahmi, berkomunikasi saling memberi dan menerima.
Hal penting yang harus dicatat manusia akan adanya perintah agama. Maka seorang mukmin harus mengikuti perintah-Nya dengan penuh kesadaran dan mengakui bahwa semua manusia disisi Allah adalah sama, yang membedakan derajat mereka adalah Ketakwaannya kepada Allah. Orang yang paling mulia disisi Allah adalah oang yang paling taqwa kepada-Nya. Manusia harus senantiasa membina dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
- Hadits
- Terjemah ayat
Dari Ibnu Abbas, dan dia merafa’kannya kepada Nabi beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih besar dan tidak menyayangi yang lebih kecil serta tidak menyuruh kepada kebaikan dan melarang yang mungkar” (HR. Aḥmad).
- Penjelasan
Hormat-menghormati adalah hal yang diperintahkan oleh agama Islam. Hormat kepada siapa saja. Yang tua harus menyanyangi yang muda. Begitu juga yang muda harus menghormati yang tua. Hormat menghormati harus dilakukan secara timbal balik (resiprokal). Tidak bisa dengan satu arah saja. Selain itu, agama Islam juga memerintahkan umat Islam untuk menyemai kebaikan dan mencegah kemungkaran.